Jumat, 28 November 2008

Cintailah Keluarga Dengan Tidak Korupsi

Oleh:
Lukman F Mokoginta*)




Dalam beberapa publikasi internasional tentang korupsi, Indonesia selalu berada pada posisi atas, dengan kata lain termasuk dalam kategori negara yang terkorup di dunia. Penilaian tersebut tentu tidak sekedar tak menyenangkan hati, tapi lebih dari itu membangkitkan rasa sedih. Namun untuk membantah, apalagi menolak penilaian itu tampak juga tidak mudah sebab cukup banyak realitas yang bisa menjadi indikator maraknya korupsi di negeri ini.

Bahkan, pada tahun 1970-an, Bung Hatta dengan getir mengingatkan seluruh bangsa Indonesia, akan adanya indikasi berkembangnya budaya korupsi, tidak hanya di lingkungan birokrasi pemerintah, tapi hampir di semua lapisan masyarakat. Peringatan sang proklamator itu kemudian mengundang polemik, karena ada sebagian pakar membenarkannya, namun tak sedikit elite bangsa ini membantahnya.

Akan tetapi, dari perspektif ilmu sosial, gejala tersebut sebenarnya bisa ditelusuri dari beberapa aspek, diantaranya melalui sejumlah kosakata yang populer di masyarakat, yang substansinya menujnukkan adanya aroma korupsi.

Budaya Korupsi ?

Dalam 10 tahun terakhir, sebuah akronim yakni “KKN” cukup populer menjadi buah bibir masyarakat. Bahkan kata KKN yang sebenarnya merupakan penyingkatan dari “Korupsi – Kolusi - Nepotisme” menjadi salah satu fokus penting dalam agenda reformasi sosial politik setelah tumbangnya pemerintahan Orde Baru. Fenomena ini setidaknya menjelaskan bahwa masalah korupsi, telah menjadi salah satu isu yang mendominasi alam pikiran masyarakat.
Di sisi lain, tentu juga menandakan adanya pergeseran pola pandang dan tata nilai sosial terhadap praktek korupsi. Secara normatif masyarakat tetap memandang korupsi sebagai perbuatan nista, dan mendatangkan aib bagi yang melakukannya, namun masyarakat sudah tidak malu-malu lagi untuk membicarakannya. Bahkan dalam perkembangannya, masyarakat pun semakin kreatif mengemas peristilahan mengenai praktek korupsi sehingga beragam plesetan, sindiran dan pemeo menjadi cokup populer dalam percakapan sehari-hari.
Suatu penelitian mengungkapkan adanya banyak istilah yang yang beraroma korupsi cukup populer di masyarakat dalam 10 tahun terakhir antara lain:

a. Di Sumatera Utara, misalnya, sudah lama populer kata "Sumut" –yang maknanya dipelesetkan menjadi "Semua Urusan Mesti Uang Tunai." Di Medan ada banyak sebutan untuk “dana pelancar urusan” seperti hepeng par kopi (uang kopi), atau hepeng par sigaret (uang rokok), uang capek, hepeng par pataruon (uang antar), sip-sip, uang tutup mulut, hepeng par hamuliateon (uang terima kasih), dan sebagainya.

b. Di Jakarta --oleh beberapa kalangan dianggap sebagai "pusat korupsi Indonesia"-- ada beragam istilah yang lahir dari kreativitas dunia korupsi, pungli (pungutan liar), suap, sogok, yang antara lain UUD – yang kepanjangannya diplesetkan menjadi "Ujung-Ujung Duwit, " sebagaimana pada syair lagu “Gosip Jalanan” dari Grup Musik “Slank” yang sempat mengusik para anggota DPR. Selain itu ada beberapa istilah dengan makna yang lebih spesifik seperti uang semir, uang pelicin, komisi, nyatut, nembak, uang siluman, uang transport, komisi, prit jigo, nimpe, nyunat, pungli, salam tempel, uang keamanan, delapan enam (86), dan lain lain.

c. Jawa Barat tampak tak mau kalah dalam kreativitas perbendaharaan istilah korupsi. Beberapa istilah yang makna sama --sama-sama beraroma KKN-- antara lain, melon (uang damai yang diberikan kepada petugas di jalan raya), narabas (pemberian uang untuk melancarkan urusan dengan jalan pintas), mecing (minta bagian), susulku duit (segala urusan pakai uang), ngemplang, JPS (plesetan dari Jaring Pengaman Sosial menjadi "Jang Paekeun Sarera" artinya untuk di curi orang, atau "Jang Paekeun Sadayana" artinya, untuk dicuri semua orang).

d. Di Jawa Timur, istilah populer antara lain uang amplop (amplopane rek), duwit meneng (uang diam), angpao, podo kroso (sama merasakan), TST (tau sama tau), uang pelancar, nembak, dan lain lain.

e. Di Sulawesi Selatan, istilah yang akrab dengan perilaku KKN ini antara lain, pamalli kaluru (pembeli rokok), pamalli bensin (pembeli bensin), pa' berre (pelancar urusan), dan lain-lain. Dan di Kalimantan Barat, istilah popular untuk maksud sama antara lain nembak, tahu beres, jalan tol, ekspres, kilat, sepoi. Peribahasa yang berkembang di daerah ini adalah "ada fulus urusan mulus."

Gaya Hidup Mendorong Korupsi

Sejak jaman orde baru dimana penetrasi budaya asing semakin kuat, gaya hidup masyarakatpun segera berubah.Politik pintu terbuka yang dilansir pada masa orde baru telah merambah kemana mana.Almarhum DR Ruslan Abdul Gani yang pada masa orde baru menjabat sebagai Ketua Tim Penasihat Presiden dalam pelaksanaan penataran P4 mengatakan bahwa politik pintu terbuka pada waktu itu telah kebablasan.Yang terbuka bukan hanya pintunya tetapi jendela, dinding dan atap sudah terbuka semuanya sehingga masuknya budaya asing sama sekali tidak bisa dicegah lagi.Kebanggaan menggunakan dan mengkonsumsi produk asing dianggap menaikan gerngsi dihadapan masyarakat.Kendaraan mewah seperti Mercy, BMW , Jaguar dll mencerminkan status seseorang dihadapan masyarakat, anak muda digiring ke budaya disco, ibu-ibu bersaing dengan kemewahan pakaian, perhiasan dan peralatan rumah tangga yang serba mahal buatan luar negeri.Bahkan dimasa awalnya masuk Mc Donald, Kentucky Fried Chicken dan Pizza, konsumsi pun beubah.Antrean pembeli pada saat itu luar biasa panjangnya, sampai ke halaman Sarinah untuk membeli Humburger di Mc Donald dan sampai menunggu ber jam jam untuk membeli KFC.Paasaran pisang goreng dan singkong goreng pun bergeser yang pada akhirnya menyesuaikan dengan pisang goreng dan singkong goreng keju supaya berbau modern. Bapak-bapak pun tidak ketinggalan, dengan kendaraan mewah, meeting di hotel berbintang sambil ngopi produk Italy dan mengisap Cerutu Havana.Banyak hal yang telah berubah pada masyarakat perkotaan di Indonesia dan bahkan sudah merambah ke Desa-Desa.

Peragaan kekayaan dan gaya hidup seperti itu sebenarnya halal halal saja asalkan diperoleh dengan cara yang halal pula.Namun fakta dilapangan menunjukkan bahwa umumnya kalangan pejabat dan pengusaha yang pamer tersebut ternyata adalah mereka yang berkembang karena fasilitas pemerintah dan menempuh jalan KKN.

Pemberantasan Korupsi

Upaya pemberantasan korupsi di negeri ini sudah memiliki sejarah yang panjang. Namun hasilnya, tampak masih jauh dari memuaskan. Bahkan gencarnya penindakan terhadap pelaku korupsi belakangan ini, justru semakin membuka tabir gurita korupsi yang sesungguhnya telah merambah ke berbagai sendi kehidupan masyarakat, dengan beragam variannya.

Kenyataan ini tentu mengundang pertanyaan seputar penyebab maraknya praktek korupsi. Beberapa kalangan menduga faktor tuntutan kebutuhan keluarga menjadi penyebab utama. Bahkan tak sedikit orang menganggap lingkungan keluarga merupakan pendorong dan sekaligus penikmat hasil korupsi. Dan karena itu pula lingkungan keluarga ditempatkan sebagai pihak yang patut ikut pula menanggung dosa korupsi yang dilakukan oleh seseorang.

Asumsi ini agaknya masih perlu diuji lebih dalam. Namun kenyataan tak terbantahkan, bahwa lingkungan keluarga akan selalu menjadi korban pertama dan utama, disaat pelaku korupsi menghadapi tindakan hukum termasuk publikasi media massa. Implikasi perbuatan korupsi bagi keluarga tentu semakin berat sejalan dengan adanya pembebanan hukuman kepada ahli waris pelaku.

Untuk mencegah berkembangnya budaya korupsi, menjadikan korupsi sebagai dosa turunan memang memilik dasar yang rasional. Paling tidak hal ini dapat menjadi pemicu kesadaran bersama untuk menghindari perbuatan korupsi sebagai perbuatan yang dapat mencelakakan anak keturunan. Tingginya kompleksitas masalah korupsi, dengan berbagai variannya memang mustahil dapat diatasi hanya dengan penindakan yang tegas, tanpa disertai dengan pencegahan. Dan simpul pencegahan yang paling pertama dan utama tentu berada di lingkungan rumah tangga sendiri.

Malu atau Takut ?

Kalau kita mengajak untuk malu untuk korupsi nampaknya hanya masuk telinga kanan keluar telinga kiri.Akan tetapi bila istri , suami atau anak yang meminta kepada bapak atau ibunya , tentu akan lain hasilnya.Malu dan sayang kepada keluarga akan lebih merasuk dalam hati nurani.Pamer kepada tetangga juga perlu malu kalau merasa tidak sesuai dengan penghasilan yang wajar.Bila perasaan malu sudah sulit untuk ditunjukkan, mungkin takut akan hukuman dunia maupun akhirat dapat memberikan dampak positif bagi manusia.Sebab yang paling tahu akan kemampuan kita ataupun penghasilan halal yang diperoleh adalah suami istri itu sendiri atau paling tidak sang pencari nafkah yang tahu persis berapa sebenarnya penghasilan yang diperoleh dan apakah sudah sesuai dengan gaya hidup yang dia dan keluarga lakukan se hari-hari?

Cintailah Keluarga

ECW Neloe, mantan Direktur Utama Bank Mandiri yang saat ini mendekam di Penjara Cipinang karena kasus korupsi mengatakan pada acara kick andy bahwa yang ada dipenjara adalah mereka-mereka yang ketangkap, banyak sekali diluar penjara yang belum atau tidak ketangkap.Coba kita bayangkan perasaan keluarga pada saat menonton acara tersebut.Apakah terbetik dalam pikiran mereka bahwa mereka ikut bertanggung jawab atas penahanan Neloe, ataukah mereka hanya merasa sedih? Tidak ada yang tahu apa yang mereka pikirkan, kita hanya bisa menduga-duga , mungkin keluarganya tidak pernah mengingatkan orang tuanya semasa masih menjadi pejabat.

Peristiwa yang saat ini masih hangat dikalangan publik antara lain tertangkapnya Urip, Al Amin Nasution Anggota DPR RI dan ditahannya mantan Gubernur Kaltim Soewarna AF, Syaukani mantan Bupati Kutai Kartanegara, Saleh Jasit anggota DPR RI, Antony Zeidra Abidin Wkl Gubernur Jambi yang mantan anggota DPR RI dan Hamka Yamdu anggota DPR RI, pernahkah anak istrinya mengingatkan mereka?Masih ada sedikit keyakinan bahwa apabila ada desakan internal kepada mereka , paling tidak akan memberikan dampak terhadap sepak terjang para pencari nafkah tersebut.Sebab apapun, bagi suami, istri, anak, menantu, mertua dan orang tua, ketenangan dan keharmonisan keluarga adalah yang utama dan pertama.Oleh karena itu maka adalah wajib hukumnya bagi keluarga terdekat untuk mengingatkan pencari nafkah dalam keluarganya untuk tidak melakukan korupsi karena pada gilirannya akan akan berakibat fatal bagi seluruh keluarga, baik itu di dunia (bila ketangkap) dan lebih jauh lagi kepada Tuhan Yang Maha Esa , kelak akan mendapat ganjaran setimpal .

Cintailah Keluargamu dengan tidak korupsi dan sayangilah suamimu/istrimu (pencari nafkah) dengan selalu mengingatkannya.Semoga mampu mencegah dan menghadang korupsi pada lini terdepan yakni keluarga. (LFM).

*Ketua Dewan Penasihat AMARTA; Disampaikan pada Seminar Anti Korupsi di Hotel Aston Jakarta 21 April 2008/kerjasama LP3D , Aliansi Masyarakat Jakarta (AMARTA) dan Pemprov DKI Jakarta.

Tidak ada komentar: