Senin, 17 November 2008

Leadership Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Oleh: Drs. Lukman F Mokoginta, M.Si *)

Lingkungan yang baik, merupakan lingkungan yang memberikan nilai tambah bagi kehidupan machluk didalamnya yakni manusia. dan bahkan lebih dari itu harus mampu memberikan keamanan, kenyamanan, kesehatan, kesejahteraan bagi setiap orang. Karenanya, berbagai potensi yang ada dalam suatu lingkungan memerlukan penyesuaian , pengaturan dan pengelolaan yang disusun secara baik dalam koridor perencanaan, pengawasan dan implementasi yang sesuai dengan kebutuhan semua pihak.Secara sederhana dapat dikatakan bahwa dalam suatu lingkungan yang diharapkan perlu adanya keseimbangan antara berbagai aspek yang ada didalamnya.Disadari , berubahnya suatu lingkungan dari rona awal, dominan merupakan perbuatan manusia dalam usaha mengeksploitasi alam untuk kepentingannya.Pada waktu peradaban manusia masih rendah, perambahan alam terjadi dalam 2 modus operandi yakni masyarakat yang masih memperhitungkan masa depan lingkungan untuk kepentingannya dengan pola kearifan lokal, sementara dipihak lain adalah masyarakat yang tidak peduli akan akbat perbuatannya.

Di era masyarakat beradab (baca Modern), campur tangan pemerintah dan kelompok peduli lingkungan menjadi keniscayaan dan diatur dalam undang undang maupun peraturan yang mengikat.Tidak cukup adanya UU maupun peraturan, pengelola pemerintahan (baca pemimpin) merupakan unsur penting dan sentral dalam usaha menjaga dan memanfaatkan lingkungan secara bijak.

Dipahami bahwa akibat perusakan dan pencemaran lingkungan, kondisi bumi kita sudah dalam tahap darurat.Pemanasan Global yang mengakibatkan Perubahan Iklim dengan berbagai dampak negatif, saat ini bukan lagi merupakan wacana.IPCC dalam sidangnya di Paris 2007 yang dihadiri oleh 2500 pakar lingkungan se-dunia telah menetapkan bahwa diperlukan antisipasi menghadapi perubahan iklim, tanpa adanya usaha itu akan terjadi malapetaka yang dapat menghancurkan bumi dan peradabannya.

Berbagai masalah tersebut, perlu mendapat perhatian karena hingga kini masih menjadi problema utama bagi masyarakat dunia, dimana indonesia adalah bagian yang penting dan termasuk rawan menghadapi perusakan maupun pencemaran lingkungan dan sudah barang tentu akan memberikan kontribusi terhadap lajunya perubahan iklim.Perusakan hutan yang secara kontinyu terjadi setiap tahun, kontribusi transportasi dan industri terhadap emisi gas buang semakin besar pengaruhnya, perusakan alam akibat pertambangan, pertanian, perikanan dan lain-lain , pertambahan penduduk yang tinggi dengan segala kebutuhannya semakin menambah rumit dan kompleksnya pengelolaan lingkungan.Sebagai contoh, sampai saat ini pengelolaan kota dan industri yang ramah lingkungan masih jauh dari harapan.Penghargaan Adipura , propher, Adiwiyata, Kalpartaru, MIH masih terus didorong oleh pemerintah dan secara umum masih melekat kebanggaan ( baca kesombongan) dari pihak pengelola, bukan merupakan hal yang sudah seharusnya.

Pengalaman empirik menunjukan bahwa faktor utama yang memberikan andil penting dalam usaha pengelolaan lingkungan secara baik adalah faktor leadership yang melekat pada pemimpinnya . Kemampuan menahan diri untuk tidak merusak lingkungan dan menyadari keberlanjutan pembangunan , acap kali hanya menghiasi bibir pemimpin atau kemasan slogan dengan baliho dan iklan yang mahal tapi seringkali pula tidak sesuai dengan fakta di lapangan.


Kita tentu tidak perlu berkecil hati, karena dari berbagai sumber yang cukup dapat dipercaya, masih ada pemimpin kita yang memiliki leadership yang kuat.Penghargaan ADIPURA misalnya, Kepemimpinan yang kuat mampu mendorong aparat dan rakyatnya untuk bergandeng tangan peduli dengan kebersihan dan keteduhan kota.Bila faktor pemimpin dan kepemimpinan merupakan faktor penentu keberhasilan pengelolaan lingkungan hidup, maka dengan mengamati karakteristik kepemimpinan, tampak ada kesamaan dasar yang menjadi ciri kepemimpinan yang mereka jalankan yang secara sederhana disebut “ 5 K” yakni:
a. Komitmen, artinya memiliki komitmen kuat membangun dan menata lingkungan agar menjadi lebih baik.
b. Konsistensi, artinya secara konsisten mewujudkan komitmen tersebut ke dalam seluruh program pembangunan , termasuk dalam proses membangun partisipasi masyarakat.
c. Koordinasi, artinya , mampu mengkoordinasikan pembangunan secara baik dengan pembagian tugas yang jelas dan sesuai dengan program serta pelaksananya.
d. Ketulusan, artinya setiap kegiatan pembangunan semata mata untuk pembangunan berkelanjutan dengan upaya memperkecil dampak negatif yang mungkin timbul.
e. Kontinyu, artinya, komitmen tersebut dipelihara dan dilaksanakan secara terus menerus, bukan hangat tahi ayam, sehingga hasil yang diperoleh merupakan akumulasi dari keberhasilan yang dicapai pada setiap kurun waktu.

Tentu, selain karakteristik dasar pemimpin dan kepemimpinan tadi masih terdapat sejumlah faktor yang ikut menopang keberhasilan para pemimpin pemerintah dalam pengelolaan lingkungan seperti:
a. Kompetensi, yakni keahlian dalam mengelola pemerintahan agar tetap berjalan sesuai dengan alur tujuan yang hendak dicapai.
b. Kapabilitas, yakni kemampuan menjabarkan program ke dalam aktivitas yang terencana, detil, tajam dan terarah serta partisipatif.
c. Kredibilitas, yakni masyarakat terhadap percaya bahwa sang pemimpin serta program-program yang dijalankan atas dasar keyakinan , semua itu akan memberi manfaat bagi semua. (Bukan hanya demi popularitas pemimpin atau agenda korupsi yang tersembunyi)

Celakanya, dengan lahirnya otonomi daerah, banyak dijumpai pemimpin didaerah mengejar Penerimaan Asli Daerah (PAD) yang pada gilirannya mengorbankan lingkungan.Dalam setiap kampanye pilkada utamanya tingkat provinsi dan kabupaten kota, sering dijumpai janji janji yang bila ditelusuri pada saat pemerintahannya berlangsung, tidak jarang berkolusi dengan pengusaha membangun wilayah dengan mengorbankan lingkungan.Temuan-temuan empiris ini harus dicermati dengan baik oleh berbagai pihak, utamanya dalam segi perencanaan, implementasi dan pengawasan jalannya pembangunan.Kekuasaan yang melekat pada “Raja-Raja kecil” sebagai dampak negatif otonomi daerah harus menjadi bagian penting dalam penyusunan berbagai per undang-undangan dan peraturan peraturan yang dilahirkan oleh pemerintah dalam semua tingkatan, utamanya sektor lingkungan hidup.Kehadiran “Raja-Raja kecil” adalah fakta yang tak terelakan, Mantan Menteri mengejar jabatan walikota dan gubernur, anggota DPR RI aktif , berlomba-lomba memperebutkan jabatan “raja kecil”, dan banyak lagi contoh pejabat tinggi nekat turun mengejar jabatan “raja-raja kecil” dengan dalih ingin membangun langsung di daerah.Ungkapan Belanda yang diterapkan di Indonesia pada zaman kolonial mengatakan “BETER EEN KLEINE HEER DAN EEN GROTE KNECHT “ yang artinya LEBIH BAIK JADI RAJA KECIL DARIPADA PESURUH BESAR, ternyata masih melekat pada sebagian masyarakat elit kita dan kalau dicermati, ungkapan ini pada hakekatnya mengandung unsur penyimpangan kekuasaan.

*) Staf Khusus Menteri Negara Lingkungan Hidup RI Bidang Pembangunan dan Pengembangan Wilayah.

RAKOREG PPLH SUMAPUA, Makassar, 07 Nopember 2008

Tidak ada komentar: